Alam semesta adalah al-samawat wal ardh wa ma bainahuma (langit dan bumi
serta segala yang ada di antara keduanya). Di dalamnya terdapat fenomena-fenomena
alam yang sangat menarik apabila dibahas, mulai dari bagaimana alam ini bisa
muncul, kejadian-kejadian yang ada, sampai rahasia apa di balik semuanya itu.
Tentu dalam memahami alam tidak terlepas dari ayat-ayat Alquran yang kemudian
ditafsirkan berdasarkan keimanan mengenai ayat-ayat itu dengan melibatkan
penjelasan Rasul melalui hadis-hadisnya dan upaya pengungkapan “rahasia alam”
itu dengan akal pikiran manusia melalui perangkat sains.
Dalam makalah ini
akan dibahas mengenai alam semesta dengan dua fokus analisa sebagai
berikut:
A. Ayat-ayat tentang
penciptaan alam,
B. Masa, bahan
material, dan proses terbentuknya alam semesta.
A. Ayat-ayat tentang
Penciptaan Alam
Pembicaraan Alquran
tentang alam semesta ditemukan dalam ayat-ayat-Nya lebih dari 1000 ayat yang
tergelar dalam beberapa surat. 461 di antaranya berkaitan dengan bumi (bentuk
bulat bumi, orbit bumi, rotasi bumi dan pembagian wilayah bumi serta isi
kandungannya). Sebagian ayat berkaitan dengan penciptaan alam semesta, gugusan
dan peredaran bintang-bintang di jagat raya, galaksi dan akhir dari alam
semesta ini. Termasuk tentang penciptaan matahari yang lebih awal dari
penciptaan bulan.Meskipun demikian, pembicaraan Alquran tentang alam ini masih
bersifat garis besar atau prinsip-prinsip dasarnya saja, karena Alquran bukan
buku ilmu pengetahuan yang umumnya menguraikan penciptaan alam semesta secara
sistematis. Karena itu untuk mempunyai gambaran yang jelas tentang bagaimana kejadian-kejadian
itu disajikan, kita harus mengumpulkan bagian-bagian yang terpisah dalam
beberapa surat.
Ayat yang menjadi
acuan utama mengenai penciptaan alam adalah surat al-Baqarah:117, yang
berbunyi:
بَدِيعُ
السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضِ
وَإِذَا
قَضَى
أَمْرًا
فَإِنَّمَا
يَقُولُ
لَهُ
كُنْ
فَيَكُونُ
“Allah pencipta
langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka
(cukuplah) Dia hanya mengucapkan kepadanya “jadilah” lalu jadilah ia”.
Ayat ini menegaskan
bahwa Allah pemilik mutlak dari alam semesta dan penguasa alam yang tidak dapat
disangkal, di samping pemeliharaanya yang maha pengasih. Karena kekuasaan-Nya
bila Ia hendak menciptakan bumi dan langit, Dia hanya mengatakan
“jadilah”.
Secara umum ayat-ayat
Alquran tentang penciptaan alam dapat dipetakan melalui dua pendekatan: (1)
maudhu’i-mushafi, yaitu pengelompokan ayat-ayat tentang penciptaan alam yang
tersebar di berbagai surat sesuai dengan susunannya dalam mushhaf, (2)
maudhu’i- tanzili, yaitu pengelompokan ayat-ayat itu yang tersebar di berbagai
surat sesuai dengan susunannya waktu diturunkan
Secara
maudhu’i-mushafi, ayat-ayat Alquran tentang penciptaan alam terdapat di surat
al-A’raf [7]:54, Yunus [10]:3, Hud [11]:7, al-Anbiya [21]:30, al-Furqan
[25]:59, as-Sajdah [32]:4, Fushilat [41]:9-12, Qaf [50]:38, al-Hadid [57]:4 dan
an-Naziat [79]:27-33.
a. al-A’raf [7]:54
Sesungguhnya Tuhan
kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu
Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan
bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah,
menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta
alam.
b. Yunus [10]:3,
Sesungguhnya Tuhan
kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia
bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang
akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah
Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil
pelajaran?
c. Hud [11]:7
dan Dia-lah yang
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum
itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik
amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu
akan dibangkitkan sesudah mati", niscaya orang-orang yang kafir itu akan
berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata".
d. al-Anbiya [21]:30
dan Apakah
orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya
dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari
air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga
beriman?
e. al-Furqan
[25]:59,
yang menciptakan
langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia
bersemayam di atas Arsy, (Dialah) yang Maha pemurah, Maka Tanyakanlah (tentang
Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia.
f. as-Sajdah
[32]:4,
Allah lah yang
menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam
masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. tidak ada bagi kamu selain dari
padanya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. Maka
Apakah kamu tidak memperhatikan?
g. Fushilat
[41]:9-12,
9. Katakanlah:
"Sesungguhnya Patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua
masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (yang bersifat) demikian itu adalah
Rabb semesta alam".
10. dan Dia
menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya
dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat
masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.
11. kemudian Dia
menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia
berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut
perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami
datang dengan suka hati".
12. Maka Dia
menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit
urusannya. dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang
cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan
yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui.
h. Qaf [50]:38
dan Sesungguhnya
telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam
masa, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan.
i. al-Hadid [57]:4
Dialah yang
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam di atas
´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar
daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. dan
Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu
kerjakan.
j. an-Naziat
[79]:27-33
Apakah kamu lebih
sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya[ 27], Dia meninggikan
bangunannya lalu menyempurnakannya [28], dan Dia menjadikan malamnya gelap
gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang [29], dan bumi sesudah itu
dihamparkan-Nya [30], ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan)
tumbuh-tumbuhannya [31]. dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh [32],
(semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu [33].
Adapun secara
maudhu’i-tanzili, ayat-ayat Alquran tentang penciptaan alam terdapat di surat
Makiyyah (turun di Mekah sebelum hijrah) dan Madaniyyah (turun di Madinah).
Berikut ini disebutkan secara berurutan ayat-ayat tentang penciptaan alam yang
turun di Mekah: Qaf:38 [urutan ke-34 makiyyah], al-A’raf:54 [urutan ke-39
makiyyah], al-Furqan:59 [urutan ke-42 makiyyah], Yunus:3 [urutan ke-51
makiyyah], Hud:7 [urutan ke-52 makiyyah], Fushilat:9-12 [urutan ke-61
makiyyah], al-Anbiya:30 [urutan ke-73 makiyyah], as-Sajdah:4 [urutan ke-75
makiyyah], dan an-Naziat:27-33 [urutan ke-81 makiyyah]. Sedangkan yang turun di
Madinah surat al-Hadid:4 [urutan ke-8 madaniyyah]
Pengertian Sama’ (السَّمَاءُ) dan Ardh (أَرْضُ)
Pada ayat-ayat
tersebut di atas terdapat dua istilah yang senantiasa disebut, yakni al-sama’
(langit) dan al-ardh (bumi). Ungkapan ‘langit’ dan ‘bumi’ merupakan petunjuk
yang mewakili semua jagat alam raya ini. Adapun kenapa ‘bumi’ yang disebut, hal
itu dikarenakan keterikatan kita dengannya dimana kita hidup dan tinggal di
atas permukaan bumi. Sedangkan penyebutan kata ‘langit’, hal itu dikarenakan
kedekatan kita dengan langit yang menjadi obyek penglihatan kita, sekaligus sebagai
sumber hujan yang bermanfaat untuk menumbuhkan berbagai tumbuhan yang kita
butuhkan dan juga sebagai makanan binatang ternak kita.
Sebagai catatan bahwa
di dalam Alquran, kata as-sama (bentuk tunggal) disebut sebanyak 109 kali.
Sedangkan dalam bentuk jamak (as-samawat) 185 kali. Adapun kata al-ardh (dengan
beberapa variasinya) disebut sebanyak 461 kali. Di mana 80 surat hanya menyebut
dalam bentuk mufrad (tunggal) saja dan tidak pernah muncul dalam bentuk jamak.
Adapun berjumlah tujuh, penyebutannya hanya secara implisit pada surat
Ath-Thalaq [65]: 12.
Allah-lah yang
menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah Allah Berlaku
padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu,
dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.
Kemudian dari jumlah
sebanyak itu, penyebutan keduanya secara bersamaan ditemukan dalam 178 ayat.
Uniknya, dari 178 ayat tersebut, 175 ayat menggunakan susunan atau urutan
langit dan bumi, sedangkan sisanya yang tiga ayat dengan redaksi sebaliknya,
yakni bumi dan langit. Selanjutnya, dari 178 ayat tersebut, 46 di antaranya
terkait atau dihubungkan dengan kata khalaqa (penciptaan) dengan perincian 45
ayat menyebut penciptaan langit dan bumi (dengan beberapa variasinya) dan hanya
satu ayat menyebutkan penciptaan bumi dan langit.
Kata al-sama’ (السَّمَاءُ) dalam Alquran biasa diartikan sebagai
“langit”, yakni ‘kubah’ biru di atas bumi atau horizon (langit bagian bawah yg berbatasan dengan
permukaan bumi atau laut). Akan tetapi, tidak semua kata itu diartikan
demikian, karena pada beberapa ayat, antara lain ayat-ayat di atas, digunakan
untuk menginformasikan penciptaan alam semesta. Karena itu dalam konteks alam
semesta kata “langit” dimaknai sebagai ruang angkasa yang di dalamnya terdapat
galaksi-galaksi, bintang-bintang, dan lainnya.
Kata ardh (أَرْضُ) dalam Alquran biasa diartikan sebagai
"bumi". Akan tetapi, tidak semua kata itu diartikan demikian, karena pada beberapa ayat, antara lain
ayat-ayat di atas, digunakan untuk menginformasikan penciptaan alam semesta
dengan sistem tata surya (solar system) yang belum terbentuk seperti sekarang.
Karena itu, kata ardh (أَرْضُ). dalam ayat-ayat ini lebih tepat dipahami sebagai "materi",
yakni cikal bakal bumi.
Istilah “Penciptaan”
Perlu diketahui pula
bahwa pada ayat-ayat tersebut di atas, terdapat tiga istilah yang agak berbeda
maknanya, namun diterjemahkan sama rata sebagai ”penciptaan”.
Pertama, khalaqa pada
surat al-A’raf:54, Yunus:3, Hud:7, al-Furqan:59, as-Sajdah:4, Fushilat:9,
al-Hadid:4. Menurut ar-Raghib al-Ashfahani, “Kata al-khalq dapat digunakan
dalam makna al-ibda’, yaitu menciptakan sesuatu tanpa asal dan meniru (tidak
ada contoh sebelumnya). Namun dapat pula digunakan dalam makna al-iejad, yaitu
menciptakan sesuatu dari sesuatu (menciptakan dari bahan yang telah ada
sebelumnya). Menurut ar-Raghib, kata khalqus samawat wal ardhi maknanya
al-ibda’ dengan dilalah firman Allah: badi’us samawat wal ardh” (Qs.
Al-Baqarah:117) Al-Mufradat fi Gharibil Quran, I:157.
Kedua, ja’ala dalam
surat Fushilat:10, yang bermakna ”menyusun, mengolah bahan yang telah ada
sebelumnya menjadi ciptaan baru”.
Istilah ketiga ialah
qadla dalam kata faqadlahunna (surat Fushilat:12). Istilah ini bermakna
”menetapkan”. Penggunaan istilah qadla (”menetapkan”) dalam ayat itu terkait
dengan penciptaan langit: ”Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa…”
Selain itu ketika
menyebut khalaqa as-samawat wal ardh (penciptaan langit dan bumi), pada
ayat-ayat itu disertai kata sittati ayyam. Dan kata itu selalu diawali oleh
kata fii yang menunjukkan suatu proses yang kontinyu, tanpa ada jeda. Sedangkan
ketika menyebut khalaqal ardh digunakan kata yaumain. Demikian pula ketika menyebut
faqadhahunna terkait dengan penciptaan langit.
Jika ditilik dari
urutan pembahasan ayat-ayat tersebut, maka ”penetapan” tujuh langit berada pada
bagian paling akhir rangkaian penciptaan. Namun, mengingat alam semesta
senantiasa berproses, maka ”menetapkan” di sini tidak bisa disamakan dengan
”menyelesaikan”. Yang ”selesai” bukanlah fisik langit atau alam semesta,
melainkan hukum-hukumnya. Dengan hukum-hukum itulah, alam semesta terus menerus
berproses.
Berdasarkan uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa penciptaan alam semesta terjadi melalui sejumlah
tahapan yang kontinyu: dimulai dengan penciptaan dari ketiadaan, penciptaan
baru dari ciptaan-ciptaan sebelumnya, hingga penetapan hukum-hukum alam.
B. Proses
Terbentuknya Alam Semesta
Dalam upaya menafsirkan
rangkaian ayat-ayat tersebut di atas terdapat dua madzhab utama: Pertama,
madzhab burhani (saintifik). Kedua, madzhab bayani (wahyuistik).
Dalam memahami
ayat-ayat penciptaan alam semesta, madzhab burhani berusaha memaksimalkan akal
dengan melibatkan pendekatan empiris, dalam hal ini konsep sains dan penemuan
mutakhir. Dalam madzhab ini teks suci (wahyu) tidak diposisikan sebagai dogma
(ajaran) dan sebagai pengetahuan jadi melainkan hanya sebagai sebuah isyarat
ilmiah yang pemaknaanya harus mengikuti sains. Madzhab ini cenderung terikat
secara keseluruhan terhadap kontribusi sains dalam menafsirkan Alquran.
Sedangkan madzhab
bayani berpijak pada teks, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara
langsung dalam arti langsung menganggap teks sebagai pengetahuan jadi, dan
secara tidak langsung yaitu dengan melakukan penalaran yang berpijak pada teks
ini. Dalam madzhab ini wahyu diposisikan sebaliknya yang harus diterima secara
imani, bukan tafsiran ilmiah, walaupun tidak logis dan ilmiah dalam analisa
konsep sains. Madzhab ini cenderung menolak secara keseluruhan terhadap
kontribusi sains dalam menafsirkan Alquran.
Madzhab Saintifik
Alam diciptakan Allah
dalam enam masa (Q.S. Fushilat [41]:9-12): dua masa untuk menciptakan langit
sejak berbentuk dukhan (campuran debu dan gas), dua masa untuk menciptakan
bumi, dan dua masa (empat masa sejak penciptaan bumi) untuk memberkahi bumi dan
menentukan makanan bagi penghuninya. Ukuran lamanya masa (“hari”, ayyam) tidak
dirinci di dalam Alquran. Belum ada penafsiran pasti tentang enam masa itu.
Namun, bedasarkan kronologi evolusi alam semesta dengan dipandu isyarat di
dalam Al-Qur-an (Q.S. Fushilat [41]:9-12 dan Q.S. an-Naziat [79]:27-33) mereka
menafsirkan enam masa itu adalah enam tahapan proses sejak penciptaan alam
sampai hadirnya manusia. Lamanya tiap masa tidak merupakan fokus
perhatian.
Surat An-Nazi’at ayat
27-33 tersebut dapat menjelaskan tahapan enam masa secara kronologis. Urutan
masa tersebut sesuai dengan urutan ayatnya, sehingga dapat diuraikan sebagai
berikut:
Masa I (”Apakah kamu
lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya [27]):
penciptaan langit pertama kali
Pada Masa I, alam
semesta pertama kali terbentuk dari ledakan besar yang disebut ”big bang”[1],
kira-kira 13,7 milyar tahun lalu. Bukti dari teori ini ialah adanya radiasi
kosmik di langit yang berasal dari semua arah. Bigbang adalah awal penciptaan
ruang, waktu, dan materi. Materi awal Hidrogen. Hidrogen menjadi bahan pembentuk
bintang, dalam bahasa Al-Quran disebut dukhan. Awan hidrogen itu berkondensasi
sambil berputar dan memadat. Ketika temperatur dukhan mencapai 20 juta derajat
celcius, mulailah terjadi reaksi nuklir yang membentuk Helium. Reaksi nuklir
inilah yang menjadi sumber energi bintang dengan mengikuti persamaan E=mc2,
besarnya energi yang dipancarkan sebanding dengan selisih massa (m) Hidrogen
dan Helium.
Selanjutnya, angin
bintang menyembur dari kedua kutub bakal bintang itu (protostar), menyebar dan
menghilangkan debu yang mengelilinginya. Sehingga, selimut gas yang tersisa
berupa piringan, yang kemudian membentuk planet-planet. Awan Hidrogen dan
bintang-bintang terbentuk dalam kumpulan besar yang disebut galaksi.
Di alam semesta
galaksi sangat banyak membentuk struktur filamen (untaian) dan void (rongga).
Jadi, alam semesta yang kita kenal sekarang bagaikan kapas, terdapat bagian
yang kosong dan bagian yang terisi
Masa II (Dia
meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya [28]): pengembangan dan penyempurnaan
Dalam ayat 28 di atas
terdapat kata ”meninggikan bangunan” dan ”menyempurnakan”. Kata ”meninggikan
bangunan” ditafsirkan dengan alam semesta yang mengembang, sehingga
galaksi-galaksi saling menjauh dan langit terlihat makin tinggi. Ibaratnya
sebuah roti kismis yang semakin mengembang, dengan kismis tersebut dianggap
sebagai galaksi. Jika roti tersebut mengembang maka kismis tersebut pun akan
semakin menjauh satu sama lain.
Mengembangnya alam
semesta sebenarnya adalah kelanjutan big bang. Jadi, pada dasarnya big bang
bukanlah ledakan dalam ruang (seperti meledaknya bom), melainkan proses
pengembangan ruang alam semesta secara cepat.
Sedangkan kata
”menyempurnakan”, menunjukkan bahwa alam ini tidak serta merta terbentuk,
melainkan dalam proses evolusi yang terus berlangsung. Kelahiran dan kematian
bintang yang terus terjadi. Penyempurnaan alam terus berlangsung.
Masa III (Dia
menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang
[29): pembentukan tata surya termasuk Bumi
Surat An-Nazi’ayat 29
menyebutkan bahwa Allah menjadikan malam yang gelap gulita dan siang yang
terang benderang. Ayat tersebut dapat ditafsirkan sebagai penciptaan matahari
sebagai sumber cahaya dan Bumi yang berotasi, sehingga terjadi siang dan malam.
Pembentukan tata surya sama dengan proses pembentukan bintang umumnya, dari
dukhan, walau sudah tidak murni Hidrogen lagi.
Masa IV (bumi sesudah
itu dihamparkan-Nya [30]): Evolusi Bumi
Penghamparan yang
disebutkan dalam ayat 30, dapat diartikan sebagai pembentukan superkontinen
Pangaea di permukaan Bumi yang kemudian terpisah-pisah menjadi beberapa
benua.
Masa III hingga Masa
IV ini juga bersesuaian dengan Surat Fushshilat ayat 9 yang artinya,
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi
dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya?’ (Yang bersifat)
demikian itu adalah Rabb semesta alam”.
Masa V (Ia
memancarkan daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya
[31]): pengiriman air ke Bumi melalui komet
Ayat ini menceritakan
mulai adanya air di bumi dan makhluk hidup yang pertama adalah tumbuhan. Air di
bumi, berdasarkan kajian astronomi tidak dihasilkan sendiri oleh bumi, tetapi berasal
dari komet yang menumbuk Bumi. Hal ini dibuktikan dari rasio Deuterium dan
Hidrogen pada air laut yang sama dengan rasio pada komet. Deuterium adalah
unsur Hidrogen yang massanya lebih berat daripada Hidrogen pada umumnya.
Masa VI (Dan gunung-gunung
dipancangkan-Nya dengan teguh [32] (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk
binatang-binatang ternakmu [33]”): proses geologis serta lahirnya hewan dan
manusia
Dalam ayat 32 di
atas, disebutkan ”…gunung-gunung dipancangkan dengan teguh.” Artinya, gunung-gunung
terbentuk setelah penciptaan daratan, pembentukan lautan air, dan munculnya
tumbuhan pertama. Gunung-gunung terbentuk dari interaksi antar lempeng ketika
superkontinen Pangaea mulai terpecah. Kemudian, setelah gunung mulai terbentuk,
terciptalah hewan dan akhirnya manusia sebagaimana dalam suatu. Jadi, usia
manusia relatif masih sangat muda dalam skala waktu geologi.
Jika diurutkan dari
Masa III hingga Masa VI, maka empat masa tersebut dapat dikorelasikan dengan
empat masa dalam Surat Fushshilat ayat 10 yang berbunyi, ”Dan dia menciptakan
di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia
menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa.
(Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya”.
Demikianlah
penafsiran enam masa penciptaan alam dalam Alquran, sejak kemunculan alam
semesta hingga terciptanya manusia.
Madzhab Wahyuistik
Surat Al Anbiyaa’
[21]:30 menunjukan keadaan Bumi dan langit saat permulaan.
Tafsir Ibn Katsir atas
ayat 21:30: “…Tidakkah mereka mengetahui bahwa Langit dan bumi dulunya
bersatupadu yakni pada awalnya mereka satu kesatuan, terikat satu sama lain.
Bertumpuk satu diatas yang lainnya, kemudian Allah memisahkan mereka satu sama
lain dan menjadikannya Langit itu tujuh dan Bumi itu tujuh, meletakan udara
diantara bumi dan langit yang terendah…”
Said bin Jubair
mengatakan, “‘langit dan Bumi dulunya jadi satu sama lain, Kemudian Langit
dinaikkan dan bumi menjadi terpisah darinya dan pemisahan ini disebut Allah di
Alquran’.”
Al Hasan dan Qatadah
mengatakan, “’Mereka Dulunya bersatu padu, kemudian dipisahkan dengan udara
ini’.”
Surat Fushshilat
[41]: 9-12, menyajikan urutan pengerjaan bagaimana penciptaan yang dilakukan
Allah:
Pertama, (41:9) Bumi
di ciptakan dalam dua masa
Kedua, (41:10) Segala
isi Bumi diciptakan total dalam empat masa
Ketiga, (41:11)
Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan
asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya
menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.” Keduanya menjawab: “Kami
datang dengan suka hati.”
Ayat-ayat diatas
jelas menunjukan bahwa kedudukan Bumi dan Langit adalah sederajat, bumi bukan
bagian dari langit. Bumi diciptakan terlebih dahulu, diselesaikan baru kemudian
Allah menyelesaikan Langit dan itu dibuktikan di ayat selanjutnya
Keempat, (41:12) Maka
Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap
langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang
cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan
Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
Tafsir Ibnu Katsir untuk surat 41:9-11 juga menyatakan
bahwa: “Penciptaan Bumi dan Penciptaan langit dibicarakan secara terpisah.
Allah berkata bahwa Ia menciptakan Bumi terlebih dahulu, karena itu adalah
Fondasi, dan Fondasi harus dibangun terlebih dahulu baru kemudian atap.”
Berkenaan dengan
penciptaan bintang-bintang surat Fushshilat [41:12] maka terdapat 3 (ayat) lain
di Alquran yang memberikan konfirmasi pasti bahwa bintang- bintang diciptakan
untuk menghiasi langit dan sebagai alat untuk melempar setan-setan ketika
mereka mencuri dengar berita dari Allah/langit, lihat ash Shaaffaat [37]: 6, Al
Mulk [67]: 5, Al Hijr [15]:16-18 dan juga ‘Al Buruj sebagai bintang besar pada
Al Furqaan [25]:61.
Surat Al Mulk
[67]:5,Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan
bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan,
dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.
Tafsir Ibn Katsir
surat 67:1-5: “Ayat ini merujuk pada bintang-bintang yang telah di letakan di
langit, beberapa bergerak dan beberapa diam.”
Qatadah berkata,
“‘Bintang-bintang diciptakan hanya untuk tiga kegunaan, yaitu: Hiasan di
langit, Alat pelempar setan dan petunjuk Navigasi, Jadi siapapun yang mencari
interpretasi lain tentang bintang selain ini maka itu jelas merupakan opini
pribadi, Ia telah melebihi porsinya dan membebani dirinya dengan hal-hal yang
ia sendiri tidak punya pengetahuan tentang ini. [Ibn Jarir dan Ibn Hatim
merekam riwayat ini].
Kegunaan ‘Al Buruj’
(Bintang besar) juga sama sebagai Benteng penjaga untuk melempar setan yang
mencuri dengar [riwayat dari Atiyah Al-`Awfi, lihat: Tafsir Ibn Katsir surat
15:16-19]
Surat An Naazi’at
[79]:27-33, juga menyajikan urutan pengerjaan penciptaan yang dilakukan Allah!
Allah menyatakan
bahwa penciptaan Manusia itu jauh lebih mudah daripada penciptaan Langit. Ia
meninggikan Bangunannya lalu menyempurnakannya (79:28). Kemudian ia Menciptakan
siang dan malam. Kemudian bumi dihamparkannya (diisi) Caranya: memancarkan Air
dan menumbuhkan tumbuhan, gunung-gunung dipancangkan teguh (79:31-32). Untuk
apa? Untuk kesenangan Manusia dan binatang ternak milik manusia (79:33)
Tafsir Ibn Katsir
untuk surat 79:27-33: “Di Tafsir Ibn Katsir untuk surat 79:27-33, terdapat satu
riwayat menarik mengenai kebingungan seseorang akan hubungan surat [41:9-12]
dan surat [79:27-33] yaitu mana yang diciptakan terlebih dahulu: Bumi atau
Langit.
Sa’id bin Jubair
berkata, ‘Seseorang berkata pada Ibn ‘Abbas: Saya menemukan di Qur’an yang
membingungkan ku… Allah berkata (79:27-33): Apakah kamu lebih sulit
penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya, Dia menciptakannya,
meninggikannya lalu menyempurnakannya, dan Dia menjadikan malamnya gelap
gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah itu
dihamparkan-Nya. Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan)
tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh, (semua
itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.
Jadi dia menyatakan
bahwa Penciptaan Langit dahulu baru kemudian penciptaan Bumi, Namun kemudian
Allah berfirman (41:9-12): Katakanlah: “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada
Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya?
demikian itu adalah Rabb semesta alam”. Dan dia menciptakan di bumi itu
gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan
padanya kadar makanan-makanannya dalam empat masa. bagi orang-orang yang
bertanya. Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih
merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu
keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya
menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. Maka Dia menjadikannya tujuh langit
dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi
langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya
dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui.
Di sini Allah
menyatakan Penciptaan Bumi dahulu baru kemudian Penciptaan Langit. Kemudian Ibn
‘Abbas menjawab, “Allah menciptakan Bumi dalam dua hari (masa), kemudian
menciptakan Langit, kemudian (Istawa ila) meninggikan langit dan membentuknya
dalam dua hari lagi. Kemudian membentangkan Bumi, ini berarti bahwa Dia
membawa, sejak saat itu, air dan makanan. Dan kemudian Dia menciptakan
Gunung-gunung, Pasir, benda-benda tak bernyawa, batu-batu dan bukit-bukit dan
semuanya dalam waktu dua hari lagi.
Inilah yang Allah
katakan (Ia) menghamparkan (Bumi) (79:30) Dan Allah berkata, ‘Ia ciptakan bumi
dalam dua hari’, jadi Dia menciptakan Bumi dan segala isinya dalam empat hari
dan Dia menciptakan Langit dalam dua Hari. Pada riwayat Al Bukhari: Dia
menciptakan Bumi dalam Dua hari, artinya pada Minggu dan Senin. Dia meletakan
Gunung-gunung yang kokoh di atasnya, menumbuhkan yang bermanfaat, menakar untuk
perlengkapan yang dibutuhkan manusia, artinya pada Selasa dan Rabu, jadi dengan
dua hari sebelumnya menjadi empat hari
Kemudian Dia
meninggikan (Istawa ila) langit dan dan langit itu masih merupakan
asap..melengkap dan menyelesaikan ciptaannya seperti 7 langit dalam dua hari,
artinya Kamis dan Jumat
Pada riwayat Muslim,
Abu Hurairah melaporkan bahwa Nabi menggenggam tanganku dan berkata: Allah yang
Maha Agung dan Mulia menciptakan: Tanah pada hari Sabtu dan Gunung pada hari
Minggu dan Pepohonan pada hari Senin dan Segala yang berkaitan kelengkapan
pekerjaan pada Selasa dan cahaya pada hari Rabu dan Dan menyebarkan Binatang
pada hari Kamis dan Adam setelah ashar pada hari Jum’at, ciptaan terakhir pada
hari Jum’at antara Sore dan Malam.
Tiga riwayat mengenai
penciptaan langit dan bumi di atas, sudah menegaskan bahwa: Bumi diciptakan
terlebih dahulu baru kemudian langit.
Masih mengenai Surat
41:11 “Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih
merupakan asap, lalu..”
Dalam Asbabun Nuzul
surat Al Ikhlas [112]:1-4: Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah
adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan
tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
Riwayat Abu Syaikh di
dalam kitabul Adhamah dari Aban yang bersumber dari Anas yang meriwayatkan
bahwa Yahudi Khaibar menghadap kepada Nabi saw. dan berkata: “Hai Abal Qasim!
Allah menjadikan malaikat dari cahaya hijab, Adam dari tanah hitam, Iblis dari
api yang menjulang, langit dari asap, dan bumi dari buih air. Cobalah terangkan
kepada kami tentang Tuhanmu.” Rasulullah saw. tidak menjawab, sehingga turunlah
Jibril membawa wahyu surat ini (Q.s.112:1-4) yang melukiskan sifat Allah.
Dari hadis di atas,
kita ketahui bahwa tidak ada penolakan mengenai asal muasal Langit, Adam, Iblis
dan Bumi.
Terdapat fakta
menarik yang disebutkan di surat Fushilat [41], yaitu setelah penciptaan Bumi,
Langit masih beberbentuk kabut kemudian hadis mengisyaratkan pernyataan yang
sama dari kaum yahudi bahwa langit diciptakan dari kabut sehingga penciptaan
semesta dari agama-agama Abrahamik lebih mendekati hipotesis kabut daripada
hipotesis Big Bang.
Surat Fushilat [41],
ad-Dzariat [51], al-Anbiya [21] dan an-Nazi’at [79] termasuk golongan makiyah
(sebelum Hijrah ke Medinah, 620 M) dan urutan turunnya surat adalah tertera
demikian. Surat al-Ikhlas [112], ada yang mengganggap sebagai Makiyyah,
sementara As Suyuti menganggap sebagai Madaniyyah
Penegasan terakhir
mengenai penciptaan Bumi dan Langit adalah melalui surat Al Baqarah yang
diturunkan Allah pada tahun 2 H (624 M). Surat ini termasuk golongan surat
madaniyyah yang turun lebih belakangan dari surat Makiyyah lainnya, yaitu Surat
Fushilat [41], ad-Dzariat [51], al-Anbiya [21] dan an-Nazi’at [79]. Di surat Al
Baqarah [2]:29, Allah swt. bersabda bahwa: “Ia yang menjadikan segala
sesuatunya untukmu di Bumi. Kemudian Ia meninggikan (Istawa ila) langit dan
dijadikanNya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”. Setelah
semuanya siap, di dilanjutkan dengan penciptaan Adam di Al Baqarah [2]:30-36.
Surat itu memperkuat surat-surat penciptaan manusia yang turun sebelumnya yaitu
di al-A’raf [7]:10-24, al-Hijr [15]:26-33 dan Shad [38]:71-84. Disebutkan bahwa
Adam diciptakan dari tanah kemudian Allah berkata, ‘Jadilah!’ (Ali Imran
[3]:59)
Pernyataan di surat
Al Baqarah [2]:29-36 sangat jelas, terstruktur dan ada urutannya, yaitu
menciptakan Bumi, kemudian langit plus 7 langit dan terakhir Penciptakan
Manusia. Jadi, saat manusia diciptakan maka penciptaan langit sudah final,
tidak ada pengembangan langit lagi.
Bukti itu ada pada Al
Baqarah [2]:31: Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku
nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!”
Ada pendapat yang
mengatakan bahwa 7 langit adalah 7 lapisan Atmosfir. Di jaman awal Islam,
Mujahid, Qatadah and Ad-Dahhak dalam tafsir Ibn Katsir untuk surat as-Sajdah
[32]:4-6 yang di kutip lagi oleh Ibn Katsir untuk tafsir surat ar-Ra’du
[13]:2-4, dinyatakan bahwa jarak Bumi dan lapisan langit serta antar lapisan
langit adalah 500 tahun [jadi sekitar 3500 tahun]. Jelas sudah bahwa 7 langit
adalah bukan atmosfir, sesuai dengan bunyi surat Al Najm [53]:14-15, maka
langit yang dimaksudkan adalah ‘surga’, di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada
surga tempat tinggal.
Jalaluddin as-Suyuthi
(pengarang tafsir Ad-Durr al-Mantsur fi Tafsir bi al-Ma’tsur) menjelaskan
berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Wahhab ibnu
Munabbih bahwa Allah Swt. menciptakan `arsy dan kursi (kedudukan) dari
cahaya-Nya. `Arsy itu melekat pada kursi. Para malaikat berada di tengah-tengah
kursi tersebut. `Arsy dikelilingi oleh empat buah sungai, yaitu:
1. sungai yang berisi
cahaya yang berkilauan;
2. sungai yang
bermuatan salju putih berkilauan;
3. sungai yang penuh
dengan air; dan
4. sungai yang berisi
api yang menyala kemerahan.
Para malaikat berdiri
di setiap sungai tersebut sambil bertasbih kepada Allah. Hadis yang menyebutkan
7 langit sebagai Surga adalah riwayat al-Bukhari (Sahih Bukhari, hadis No. 608,
yang diterangkan Anas Bin Malik, yaitu saat perjalanan Isra’-Mi’ra’, naik
hingga langit ke-7, dikatakan oleh Nabi Muhamad bahwa Ia dibawa keliling langit
dan kemudian Ia lihat ditepi Sungai, Ia lihat Istana yang dibangun dari Mutiara
dan Jamrud.
Dalam Sahih Bukhari
hadis No.345, diriwayatkan dari Abu Dzar, Nabi berkata, “Saat ia mencapai
Langit pertama. Ia berjumpa Adam bersama jiwa-jiwa anak cucunya pada sisi kanan
dan kiri Adam, dimana yang dikanannya merupakan penghuni Surga dan dikirinya
adalah penghuni neraka..
Dalam Sahih Bukhari
hadis No. 426, diriwayatkan dari Malik Bin Sasaa, Nabi berkata ketika Ia
mencapai langit ke 7, Ia bertemu Ibrahim disana dan melihat Bait-Al-Ma’mur
(Rumah Allah) yang didalamnya 70.000 malaikat yang berbeda yang melakukan
sholat setiap harinya. Ia lihat pula Sidrat-ul-Muntaha, Buah Nabk, daun seperti
telinga gajah, dan empat sungai: Saihan, Jaihan, Nil dan Euphrate
Dalam Shahih Bukhari
hadis No.227 dan Sahih Muslim, hadis No 6807, Abu Hurairah meriwayatkan Nabi
bersabda, “Saihan, Jaihan, Euphrates dan Nil adalah nama-nama sungai di
Firdaus.
Kesimpulan
1. Penciptaan alam
versi Alquran hanya menjelaskan dalam lingkup penciptaan bumi dan langit yang
kedudukannya sederajat, bukan penciptaan tata surya dan alam semesta.
2. Fungsi
bintang-bintang dan bintang besar bukanlah seperti Matahari, namun sebagai
penghias langit, pelempar setan dan petunjuk navigasi.
3. Bumi diciptakan
terlebih dahulu baru kemudian langit dan segala isinya
4. Penciptaan manusia
dilakukan setelah penciptaan Langit dan segala isinya selesai.
Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa penciptaan versi Alquran tidak ada relevansinya dengan teori
Big Bang yang selama ini di dengung-dengungkan oleh madzhab saintifik dan para
pengikutnya.
Madzhab “Nahnuistik”
Memikirkan perihal
pembentukan, susunan, dan evolusi alam semesta merupakan cara mengenal
kekuasaan Allah yang pada gilirannya akan memperkuat aqidah. Di dalam surat Ali
Imran:190-191 Allah menunjukkan setidaknya empat ciri yang harus dipunyai
seorang Muslim untuk mencapai tingkat ulil albab: “Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi (segala fenomena di alam), dan pergantian malam dan
siang (segala prosesnya), terdapat tanda-tanda bagi para cendekia ('ulil
albab); (yaitu:)
1. mereka yang
senantiasa mengingat Allah sambil berdiri, duduk, maupun berbaring (dalam
segala aktivitasnya);
2. dan selalu
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (tak henti menelaah fenomena
alam);
3. (bila dijumpainya
suatu kekaguman mereka berkata:) "Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan
semua ini sia-sia. Maha Suci Engkau."
4. (dan dengan
kesadaran bahwa pengembaraan intelektualnya mungkin sesat, mereka senantiasa
memohon kepada AllahJ “Dan jauhkanlah kami dari siksa neraka”.
Dengan mengacu
ayat-ayat tersebut madzhab “nahnuistik” mengajak “menjelajah” alam semesta
dengan “menembus” kedalaman Alquran dan sunah Rasul, dan perangkat sains
sebagai salah satu alat bantu penafsiran. Meskipun demikian, tersirat dari ayat
di atas mengingatkan kita bahwa kemungkinan salah dan sesat dalam pengembaraan
ilmiah ati saja terjadi. Ini juga mengingatkan bahwa kebenaran sains atinga.
Hingga dalam memahami kebenaran mutlak dalam Alquran dengan perangkat sains
harus kita sadari pula relativitas penafsiran kita. Apalagi dengan mengingat bahwa
laju kedaluwarsaan sains saat ini semakin cepat. Artinya, penafsiran Alquran
yang kebenarannya mutlak dengan perangkat sains yang kebenarannya atinga perlu
kehati-hatian.
Penciptaan Alam
Semesta dalam Alquran & Sunah
Informasi penciptaan
alam semesta kita peroleh dari Alquran yang diturunkan kepada Rasul ketika usia
alam semesta lebih dari 12.000 tahun[2]. Selain Alquran, sejumlah hadis juga
mengabarkan penciptaan alam semesta.
Jauh sebelum
diciptakan langit dan bumi, yakni 50.000 tahun[3], Allah telah menciptakan air,
kemudian Arsy, dan meletakkan Arsy-Nya di atas air. Kemudian menciptakan
Al-Qalam yang diperintah oleh-Nya untuk menuliskan di Al-Lauhul Mahfuzh (yakni
kitab lembaran taqdir tentang segala kejadian yang telah ditaqdirkan-Nya sampai
hari kiamat). Setelah itu Allah pun menciptakan Nun (ikan besar). Informasi
penciptaan di atas kita peroleh dari makna tersirat dalam Alquran dan makna
tersurat dalam hadis Rasul. Dalam Alquran Allah swt. Berfirman:
dan Dia-lah yang
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum
itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik
amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): “Sesungguhnya kamu akan
dibangkitkan sesudah mati”, niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata:
“Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata” Q.s. Hud: 7
Makna Arsy (عَرْش)
Arsy (عَرْش) adalah bentuk mashdar dari kata kerja
‘arasya – ya‘risyu – ‘arsyan (عَرَشَ يَعْرِشُ عَرْشًا) yang berarti “bangunan”, “singgasana”, “istana” atau “tahta”. Di dalam
Alquran, kata ‘arsy dan kata yang seasal dengan itu disebut 33 kali. Kata ‘arsy
mempunyai banyak makna, tetapi pada umumnya yang dimaksudkan adalah
“singgasana” atau “tahta Tuhan”.
Pengertian ‘arsy (عَرْش), menurut para ulama:
A. Rasyid Ridha dalam
Tafsîr al-Manâr menjelaskan bahwa ‘arsy (عَرْش) merupakan ”pusat pengendalian segala
persoalan makhluk-Nya di alam semesta”. Penjelasan Rasyid Rida itu antara lain
didasarkan pada Surat Yunus
(10): 3, “Kemudian Dia bersemayam di atas ‘arsy (عَرْش = singgasana) untuk mengatur segala
urusan.”
2. Jalaluddin
as-Suyuthi (Penulis tafsir Ad-Durr al-Mantsûr fî Tafsîr bi al-Ma’tsûr)
menjelaskan, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari
Wahhab ibnu Munabbih bahwa Allah swt. Menciptakan ‘arsy (عَرْش) dan kursi (kedudukan) dari cahaya-Nya.
‘Arsy (عَرْش)
itu melekat pada kursi. Para malaikat berada di tengah-tengah kursi tersebut.
‘Arsy (عَرْش)
dikelilingi oleh empat buah sungai, yaitu:
1) sungai yang berisi cahaya yang berkilauan; 2) sungai yang bermuatan salju
putih berkilauan; 3) sungai yang penuh dengan air; dan 4) sungai yang berisi
api yang menyala kemerahan. Para malaikat berdiri di setiap sungai tersebut
sambil bertasbih kepada Allah swt. Di ‘arsy (عَرْش) juga terdapat lisân (bahasa) sebanyak
bahasa makhluk di alam semesta. Setiap lisân bertasbih kepada Allah swt.
Berdasarkan bahasa masing-masing.
3. Abu asy-Syaikh
mempunyai pendapat yang berbeda dengan pendapat as-Suyuti di atas, ia
berpendapat bahwa ‘arsy (عَرْش) itu diciptakan dari permata zamrud
hijau, sedangkan tiang-tiang penopangnya dibuat dari permata yakut merah. Di
‘arsy (عَرْش)
terdapat ribuan lisân (bahasa), sementara di bumi Allah swt menciptakan ribuan
umat. Setiap umat bertasbih
kepada Allah swt dengan bahasa ‘arsy (عَرْش). Pendapat ini berdasarkan hadis
Rasulullah saw. Yang diterima Abu asy-Syaikh dari Hammad.
Lebih lanjut tentang
asal-usul penciptaan ‘arsy (عَرْش), Abu asy-Syaikh juga meriwayatkan hadis
dari asy-Sya‘bi yang
menerangkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “‘Arsy (عَرْش) itu terbikin dari batu permata yakut
merah. Kemudian, satu malaikat memandang kepada ‘arsy (عَرْش) dengan segala keagungan yang
dimilikinya”. Lalu, Allah swt berfirman kepada malaikat tersebut, “Sesungguhnya Aku telah
menjadikan engkau memiliki kekuatan yang sebanding dengan kekuatan 7.000
malaikat. Malaikat itu dianugerahi 70.000 sayap. Kemudian, Allah swt menyuruh
malaikat itu terbang. Malaikat itu pun terbang dengan kekuatan dan sayap yang
diberikan Allah swt ating mana saja yang dikehendaki Allah swt. Sesudah itu,
malaikat tersebut berhenti dan memandang ating ‘arsy (عَرْش). Akan tetapi, ia merasakan seolah-olah
ia tidak beranjak sedikitpun dari tempatnya terbang semula. Hal ini memperlihatkan betapa besar dan
luasnya ‘arsy (عَرْش)
Allah itu.”
Gambaran fisik ‘arsy
(عَرْش)
merupakan hal yang gaib, yang tak seorang pun mampu mengetahuinya, sebagaimana
dijelaskan oleh Ibnu Abbas di dalam riwayat Ibnu Abi Hatim. Ibnu Abbas berkata, “Tidak atinga yang mampu mengetahui
berapa besar ukuran ‘arsy (عَرْش), kecuali penciptanya semata-mata. Langit
yang luas ini jika dibandingkan dengan luas ‘arsy (عَرْش) sama dengan perbandingan di antara luas
sebuah kubah dan luas padang sahara.”
Di dalam hadis-hadis,
urutan penciptaan Arsy dan “makhluk-makhluk” lainnya diuraikan secara jelas
sebagai berikut:
Nabi saw. Bersabda:
أَنَّ
الْمَاءَ
خُلِقَ
قَبْلَ
الْعَرْشِ
“Sesungguhnya air
diciptakan sebelum arasy” (H.R. Ahmad dan at-Tirmidzi)
Abi Razin Al-Uqaili
bertanya kepada Nabi tentang di mana Allah ketika sebelum menciptakan segenap
makhluk-Nya. Beliau menjawab:
كَانَ
فِي
عَمَاءٍ
مَا
تَحْتَهُ
هَوَاءٌ
وَمَا
فَوْقَهُ
هَوَاءٌ
ثُمَّ
خَلَقَ
عَرْشَهُ
عَلَى
الْمَاءِ
“Dia Allah berada di
Ama’ tidak ada hawa di bawah-Nya dan tidak ada pula hawa di atas-Nya, kemudian
Dia menciptakan Arsy-Nya (dan diletakkan) di atas air.” (H.R. Ahmad, al-Musnad,
IV:11)
عَنِ
بْنِ
عَبَّاسٍ
عَنِ
النَّبِيِّ
صلى
الله
عليه
وسلم
قَالَ
لَمَّا
خَلَقَ
اللَّهُ
الْقَلَمَ
قَالَ
لَهُ
اكْتُبْ
فَجَرَى
بِمَا
هُوَ
كَائِنٌ
إِلَى
قِيَامِ
السَّاعَةِ
Dari Ibnu Abas, dari
Nabi saw., beliau bersabda, ‘’Ketika Allah swt. Menciptakan pena, Dia berkata
kepadanya (pena), ‘Tulislah.’ Maka pada saat itu berlakulah segala apa yang
ditetapkan hingga hari Kiamat” (H.R. At-Thabrani, al-Mu’jamul Kabir, XII:69,
hadis No. 12.500)
عَنِ
بْنِ
عَبَّاسٍ
قَالَ
قَالَ
رَسُوْلُ
اللهِ
صلى
الله
عليه
وسلم
إِنَّ
أَوَّلَ
مَا
خَلَقَ
اللَّهُ
تعالى
الْقَلَمُ
وَالْحُوْتُ
قَالَ
مَا
أَكْتُبُ
قَالَ
كُلَ
شَيْءٍ
كَانَ
إِلَى
يَوْمِ
الْقِيَامَةِ
ثُمَّ
قَرَأَ
ن
وَالْقَلَمِ
فَالنُّوْنُ
الْحُوْتُ
وَالْقَلَمُ
القَلَمُ
Dari Ibnu Abas, ia
berkata, “Rasulullah saw. Bersabda, ‘Awal makhluk yang Allah swt. Ciptakan
adalah pena dan ikan, (lalu Dia berkata kepada pena, ‘Tulislah.’) Pena berkata,
‘Apa yang aku tulis?’ Allah berkata, ‘Segala sesuatu yang terjadi hingga hari
kiamat’ Lalu Nabi membaca: Nun wal qalam. Nun adalah ikan, dan al-Qalam adalah
pena.” (H.R. H.r. At-Thabrani, al-Mu’jamul Kabir, XI:433, hadis No. 12.227)
عَنِ
ابْنِ
عُمَرَ
قَالَ
قَالَ
رَسُوْلُ
اللهِ
صلى
الله
عليه
وسلم
إِنَّ
أَوَّلَ
مَا
خَلَقَ
اللَّهُ
الْقَلَمُ
فَقَالَ
لَهُ
اكْتُبْ
قَالَ
وَمَا
أَكْتُبُ
قَالَ
اكْتُبْ
ِمَا
هُوَ
كَائِنٌ
إِلَى
يَوْمِ
السَّاعَةِ
Dari Ibnu Umar, ia
berkata, “Rasulullah saw. Bersabda, ‘Awal makhluk yang Allah swt. Ciptakan
adalah pena, lalu Dia berkata kepada pena, ‘Tulislah.’ Pena berkata, ‘Apa yang
aku tulis?’ Allah berkata, ‘Tulislah apa yang terjadi hingga hari Kiamat.” (H.R.
At-Thabrani, Musnad as-Syamiyin, II:398, hadis No. 1572)
عَنْ
عُبَادَةَ
بْنِ
الصَّامِتِ
قَالَ
سَمِعْتُ
النَّبِيَ
صلى
الله
عليه
وسلم
يَقُوْلُ
أَوَّلُ
مَا
خَلَقَ
اللَّهُ
تبارك
وتعالى
الْقَلَمُ
ثُمَّ
قَالَ
لَهُ
اكْتُبْ
قَالَ
وَمَا
أَكْتُبُ
قَالَ
فَاكْتُبْ
مَا
يَكُوْنُ
وَ
ِمَا
هُوَ
كَائِنٌ
إِلَى
أَنْ
تَقُوْمَ
السَّاعَةُ
Dari Ubadah bin
as-Shamit, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. Bersabda, ‘Makhluk yang
pertama kali Allah ciptakan adalah pena, lalu Dia berkata kepada pena tersebut,
‘Tulislah.’ Pena berkata, ‘Apa yang aku tulis?’ Allah berkata, ‘Tulislah apa
yang akan terjadi dan apa yang telah terjadi hingga hari Kiamat.” (H.R. Ahmad,
al-Musnad, V:317, hadis No. 22.759)
عَنِ
ابْنِ
عَبَّاسٍ
قَالَ
: أَوَّلُ
مَا
خَلَقَ
اللَّهُ
مِنْ
شَيْءٍ
الْقَلَمَ
،
ثُمَّ
خَلَقَ
النُّونَ
, فَكَبَسَ
الأَرْضَ
عَلَى
ظَهْرِ
النُّونِ.
Dari Ibnu Abas, ia
berkata, ‘’Awal makhluk yang Allah swt. Ciptakan adalah pena, lalu menciptakan
Nun. Maka Allah memasukan bumi di atas punggung Nun” (H.R. Ibnu Abu Syaibah,
al-Mushannaf, VII:271, hadis No. 36.003)
Peristiwa penulisan
yang dilakukan Qalam ini terjadi 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan
bumi, sebagaimana sabda Rasulullah:
إِنَّ
اللهَ
قَدَّرَ
مَقَادِرَ
الْخَلْقِ
قَبْلَ
أَنْ
يَخْلُقَ
السَّمَاوَاتِ
وَ
الأَرْضَ
بِخَمْسِيْنَ
أَلْفِ
سَنَةٍ
“Sesungguhnya Allah
telah menetapkan taqdir makhluq-Nya 50.000 tahun sebelum Dia menciptakan langit
dan bumi.” (H.R. Muslim)
كَتَبَ
اللهُ
مَقَادِرَ
الْخَلاَئِقِ
قَبْلَ
أَنْ
يَخْلُقَ
السَّمَاوَاتِ
وَ
الأَرْضَ
بِخَمْسِيْنَ
أَلْفِ
سَنَةٍ
وَ
عَرْشُهُ
عَلَى
الْمَاءَ
“Allah telah menulis
taqdir makhluq-Nya 50.000 tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi, dan
ketika itu ‘Arsy-Nya ada di atas air.” (H.R. Muslim)
Teks hadis tersebut
mengisyaratkan bahwa ‘Arsy Allah dan air termasuk makhluq yang pertama-tama
diciptakan, yaitu tercipta 50.000 tahun sebelum adanya langit dan bumi.
Kemudian setelah itu
Allah menciptakan zaman atau peredaran waktu. Hal ini diberitakan oleh Rasulullah
saw. Dalam sabdanya:
الزَّمَانُ
قَدِ
اسْتَدَارَ
كَهَيْئَتِهِ
يَوْمَ
خَلَقَ
اللهُ
السَّمَاوَاتِ
وَالأَرْضَ
،
السَّنَةُ
اثْنَا
عَشَرَ
شَهْرًا
،
مِنْهَا
أَرْبَعَةٌ
حُرُمٌ
“Zaman telah beredar
seperti keadaannya, di hari diciptakannya langit dan bumi, (peredaran zaman itu
ialah) setahun dibagi dalam dua belas bulan, daripadanya ada empat bulan
haram...” (H.R. Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Kitabul Maghazi, Bab Hajjatil
Wada’, hadis No. 4406)
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah menerangkan makna hadis ini: “Maka dengan demikian, telah diketahui
bahwa zaman itu telah ada lebih dahulu sebelum Allah menciptakan matahari dan
bulan, juga sebelum Allah menciptakan malam dan siang.” (Lihat, Daqa’iqut
Tafsir, III:228).
Hadis-hadis di atas
menginformasikan bahwa setelah selesai menciptakan air, Arsy (dan meletakkan
Arsy-Nya di atas air), Al-Qalam dan Nun (ikan besar), dan zaman, kemudian Allah
menciptakan bumi, lalu menciptakan langit yang tujuh dan segenap isi langit dan
bumi itu.
Masa, Material, dan Proses
Terbentuknya Alam Semesta
Untuk memahami masa,
material, dan proses penciptaan alam semesta, masing-masing ayat tersebut tidak
bisa ditafsirkan secara terpisah, karena Alquran yufassiru ba’dhuhu ba’dhan
(sebagian ayat Alquran menafsirkan sebagian yang lain). Berdasarkan pendekatan
maudhu’i-tanzili, maka ayat-ayat yang pertama dianalisa kelompok makiyyah
sebagai berikut:
Qaf [34]:38
dan Sesungguhnya
telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam
masa, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan.
Al-A’raf [39]:54
Sesungguhnya Tuhan
kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu
Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan
bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah,
menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta
alam.
Al-Furqan
[42]:59,
yang menciptakan
langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia
bersemayam di atas Arsy, (Dialah) yang Maha pemurah, Maka Tanyakanlah (tentang
Allah) kepada yang lebih mengetahui (Muhammad) tentang Dia.
Yunus [51]:3,
Sesungguhnya Tuhan
kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia
bersemayam di atas ‘Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang
akan memberi syafa’at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah
Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil
pelajaran?
Hud [52]:7
dan Dia-lah yang
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum
itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik
amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): “Sesungguhnya kamu akan
dibangkitkan sesudah mati”, niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata:
“Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata”.
Ayat-ayat di atas
menunjukan masa penciptaan alam semesta dengan menggunakan istilah sittati
ayyam atau ”enam hari”. Selain itu pada 4 surat (al-A’raf:54, al-Furqan:59,
Yunus:3, Hud:7) menghubungkan penciptaan dalam enam masa itu dengan al-Arsy
(pada Hud:72 dengan Arsy dan al-mau)
B. Makna (سِتَّةُ أَيَّامٍ)
Kata أَيَّام (bentuk tunggalnya يَوْمٌ) di dalam Alquran disebut sebanyak 23
kali dan tidak pernah berdiri sendiri. Kata tersebut selalu berada di dalam
rangkaian kata-kata lainnya yang mengacu pada pengertian yang bermacam-macam. Empat kali di antaranya dihubungkan
dengan kata tsalâtsun (ثَلاَثٌ) sehingga membentuk kalimat tsalâtsatu
ayyâm (ثَلاَثَةُ
أَيَّامٍ)
yang berarti ‘tiga hari’. Rangkaian kata ini selanjutnya digunakan untuk
menyebutkan bilangan hari shaum sebagai kafarat bagi orang yang melakukan pelanggaran
(Al-Baqarah [2]: 196).
Tujuh kali
dihubungkan dengan kata sittatun (ستَّةٌ) sehingga membentuk frasa sittatu ayyâm (سِتَّةُ أَيَّامٍ), yang berarti “enam hari” seperti pada
ayat-ayat di atas plus as-Sajadah [32]: 4, dan Al-Hadid [57]: 4).
Selain itu, ada pula
kata ayyâm (أَيَّام)
yang didahului oleh kata arba‘ah (أَرْبَعَةٌ) sehingga susunan frasanya menjadi
arba‘atu ayyâm (أَرْبَعَةُ أَيَّامٍ) yang artinya ‘empat hari’. Di dalam
Alquran kata tersebut hanya disebut sekali
dan digunakan untuk menyebutkan bilangan hari di dalam menentukan kadar makanan
(Fushshilat [41]: 10).
Pada bagian lain,
terdapat pula kata ayyâm (أَيَّام) yang didahului oleh kata tsamâniyah (ثَمَانِيَةٌ), sehingga susunan frasanya menjadi
tsamâniyatu ayyâm (ثمَانِيَةُ أَيَّامٍ) yang berarti ‘delapan hari’. Kata ini
hanya disebut sekali di dalam Alquran dan digunakan untuk menerangkan bilangan
hari (lamanya ating topan yang menimpa kaum ‘Ad) (Al-Haqqah [69]: 7). Selain
itu, masih terdapat kata ayyâm
(أَيَّام)
yang diberi sifat bermacam-macam.
Bentuk tunggal dari
kata ayyâm (أَيَّام)
adalah yaum (يَوْمٌ)
yang berarti “hari”. Kata yaum (يَوْمٌ) di dalam Alquran disebut sebanyak 373
kali. Kata ini kadang-kadang digunakan untuk menerangkan perjalanan waktu mulai dari terbit matahari sampai
terbenamnya dan kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan zaman, masa, atau
periode.
Sama halnya dengan
kata ayyâm (أَيَّام),
kata yaum (يَوْمٌ)
pun penggunaannya selalu dirangkaikan dengan kata lain di dalam Alquran. Misalnya, dirangkaikan dengan kata
al-âkhir (اَلْآخِرُ)
sehingga susunannya menjadi al-yaum ul-âkhir (اْلآخِرُ اَلْيَوْمُ), yang digunakan untuk menerangkan saat
mana tidak ada hari lain setelah hari akhir tersebut. Ada pula kata yaum (يَوْمٌ) yang dirangkaikan dengan kata ad-dîn (الدِّيْنُ) sehingga menjadi yaum ad-dîn (الدِّيْنِ يَوْمُ), yang digunakan untuk menerangkan hari
ketika segala amal perbuatan manusia sewaktu hidup di dunia diperhitungkan.
Intinya bahwa kata
itu dalam Alquran menyatakan waktu yang beraneka ragam: masa yang abadi dan
tidak terhingga panjangnya (Al-Fatihah [1]: 4), atau 50.000 tahun (Al-Ma`arij
[70]: 4), atau 1000 tahun (As-Sajdah [32]: 5, al-Hajj [22]:4), atau satu zaman
(Ali Imran [3]: 140), atau satu hari (Al-Baqarah [2]: 184), atau sekejap mata
(Al-Qamar [54]: 50), atau masa yang lebih singkat dari sekejap mata (An-Nahl
[16]: 77), atau masa yang tidak terhingga singkatnya (Ar-Rahman [55]: 29).
Pada kelima ayat di
atas ukuran lamanya أَيَّام (bentuk tunggalnya يَوْمٌ) tidak
dirinci. Dalam konteks ini, semua ayat-ayat di atas kami kategorikan sebagai
bayan ijmali.
Selanjutnya kalimat
fi sittati ayyam digunakan pula dalam surat lain yang turun kemudian, yaitu
surat as-Sajdah:4 (urutan ke-75 makiyyah):
Allahlah yang menciptakan
langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian
Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Tidak ada bagi kamu selain dari padanya seorang
penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa’at. Maka Apakah kamu tidak
memperhatikan?
Namun pada surat ini
disertai dengan penjelasan ukuran “hari”, yaitu pada ayat selanjutnya (ayat 5):
Dia mengatur urusan
dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang
kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.
Kata yaum (يَوْمٌ) pada ayat ini dihubungkan dengan kalimat
kâna miqdâruhu alfa sanah (أَلْفَ سَنَة مِقْدَارُهُ كَانَ = ukurannya seribu tahun). Kata ini
digunakan untuk menerangkan ukuran hari yang digunakan oleh Allah di dalam
mengatur urusan terkait
dengan langit dan bumi yang disebutkan pada ayat sebelumnya. Hemat kami ayat
ini dapat dikategorikan sebagai bayan tafshili bagi semua ayat-ayat yang
menyebut kata sittatu ayyam di atas.
Selain itu,
penjelasan ukuran yaum kita dapatkan pula melalui surat dalam kelompok
madaniyyah, yaitu surat al-Hajj [22]:47 (urutan ke-18 madaniyyah)
“Dan sesungguhnya
sehari di sisi Tuhanmu, adalah seperti seribu tahun dari perhitungan
kalian.”
Dengan ayat ini, Ibnu
Abbas dan lain-lainnya meyakini bahwa penciptaan langit dan bumi dalam “enam
hari” itu ialah hari dalam perhitungan di sisi Allah dan bukan hari dalam
perhitungan kita. Yakni enam hari itu maknanya ialah enam ribu tahun. (lihat
Tafsir Ibnu Katsir tentang surat Al-Hajj 47).
Dari berbagai
keterangan di atas hemat kami yang lebih tepat jika ungkapan dalam enam “hari”
(أَيَّامٍ
سِتَّةُ)
pada penciptaan alam semesta itu kita artikan “dalam enam periode”, dan ukuran
tiap periode sama dengan seribu tahun. Walhasil “sittatu ayyam” sama dengan
6000 tahun.
C. Korelasi Arsy dan
al-Ma’ dengan Penciptaan Alam
Pada surat al-A’raf
[39]:54, al-Furqan [42]:59, Yunus [51]:3, setelah menginformasikan tentang
penciptaan alam semesta dalam enam masa, Allah menyertakan kalimat
Sedangkan pada surat
yang turun kemudian (Hud [52]:7) dengan kalimat
Pada surat yang turun
selanjutnya (as-Sajdah[75]:4) kalimat itu (istawa ‘ala al-‘arsy) disebut
kembali.
Kalimat-kalimat di
atas mengisyaratkan dua hal: Pertama, Arsy merupakan pusat penciptaan dan
pengendalian alam semesta. Kedua, ‘air’ yang mengelilingi Arsy sebagai “bahan
dasar” pembentukan bumi dan langit sekaligus sebagai sesuatu yang mengakibatkan
adanya kehidupan di alam semesta. Hal ini ditegaskan dalam surat yang turun
kemudian (al-Anbiya:30).
Sehubungan dengan
itu, Syekh Rasyid Ridha menjelaskan:
وَإِنَّهُ
يَدُلُّ
عَلَى
أَنَّ
الْعَرْشَ
وَالْمَاءَ
كَانَا
مَبْدَأَ
هَذَا
الْعَالَمِ
،
أَيْ
عَالَمِ
السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ
،
كَأَنَّهُمْ
يَعْنُونَ
أَنَّ
الْمَاءَ
أَصْلُ
مَادَّتِهِ
،
وَالْعَرْشَ
مَرْكَزُ
التَّقْدِيرِ
وَالتَّدْبِيرِ
لَهُ
،
وَلَكِنَّ
اللهَ
تَعَالَى
بَيَّنَ
لَنَا
فِي
سُورَةِ
(حم
فُصِّلَتْ)
أَنَّهُ
خَلَقَ
السَّمَاوَاتِ
وَ
الْأَرْضَ
مِنْ
دُخَانٍ
،
وَيُمْكِنُ
أَنْ
يُقَالَ
: إِنَّ
الْمَاءَ
فِي
حَالَتِهِ
الْبُخَارِيَّةِ
يَكُونُ
دُخَانًا
،
أَوْ
أَنَّ
تِلْكَ
الْمَادَّةَ
الدُّخَانِيَّةَ
مُعْظَمُهَا
بُخَارٌ
مَائِيٌّ
“(Wa kaana ‘arsyuhu
‘alal ma’) dan sesungguhnya itu menunjukkan bahwa ‘arsy dan air, keduanya
tempat permulaan alam ini, yaitu alam langit dan bumi. Seakan-akan mereka
hendak menegaskan bahwa air itu asal materinya dan arsy adalah pusat penentuan
dan pengendalian. Tetapi Allah swt. Menjelaskan kepada kita dalam surat
Fushilat bahwa Allah menciptakan langit dan bumi dari dukhan, dan mungkin untuk
dikatakan: sesungguhnya air yang dinyatakan sebagai dukhan itu dalam keadaannya
berupa uap. Atau materi dukhan itu didominasi uap air”. (Tafsir al-Manar,
VII:392)
Tahapan Penciptaan
Langit dan Bumi
Setelah turun surat
Qaf [34]:38, al-A’raf [39]:54, al-Furqan [42]:59, Yunus [51]:3, yang
menjelaskan tentang masa dan “bahan dasar” pembentukan alam semesta, Allah
menjelaskan tahapan enam masa itu melalui surat Fushilat: 9-12 (urutan ke-61
makiyyah) sebagai berikut:
(ayat 9) Katakanlah:
“Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa
dan kamu adakan sekutu-sekutu bagiNya? (Yang bersifat) demikian itu adalah Rabb
semesta alam. (ayat 10) Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang
kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar
makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai
jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. (ayat 11) Kemudian Dia menuju kepada
penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata
kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan
suka hati atau terpaksa.” Keduanya menjawab: “Kami ating dengan suka hati.”
(ayat 12) Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan
pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan
bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya.
Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.Empat ayat dari
surat Fushilat tersebut menunjukkan beberapa aspek, antara lain:
(1) Ayat-ayat di atas
menjelaskan secara rinci tahapan dan ukuran waktu penciptaan masing-masing
dalam “sittatu ayyam” itu: dua “yaum” untuk menciptakan bumi, dua “yaum” untuk
mempersiapkan “fasilitas hidup” padanya, sehingga selama empat “yaum” itu
jadilah seluruh proses penciptaan bumi untuk layak hidup padanya. Dua “yaum”
untuk menciptakan langit sejak berbentuk dukhan menjadi tujuh “lapis”. Karena
itu ayat-ayat dalam surat Fushilat ini kami kategorikan sebagai bayan tafshili
(keterangan secara rinci).(2) Ayat-ayat di atas membicarakan dua kelompok
kejadian: Pertama, kejadian-kejadian di bumi. Kedua, kejadian-kejadian samawi.
Penyebutan hal-hal tersebut mengandung arti bahwa bumi harus sudah ada sebelum
digelar dan bahwa bumi itu sudah ada ketika Allah membentuk langit. Dengan
demikian dapat kita simpulkan bahwa evolusi langit dan bumi tidak terjadi pada
waktu bersamaan (masing-masing).
(3) Ayat-ayat di atas memperjelas
tentang bahan dasar pembentukan bumi dan langit yang diisyaratkan pada
ayat-ayat yang turun sebelumnya, yaitu keduanya dibentuk dari air. Sedangkan
pada ayat ini terdapat isyarat tentang unsur materialnya
(a) Material
bumi
Imam as-Samarqandi (Tafsir Bahr
al-‘Ulum, III:210) dan Imam as-Sam’ani (Tafsir as-Sam’ani, V:39) menyakini
bahwa bumi terbentuk dari materi awal berupa zabad (buih atau inti dari
sesuatu) yang berasal dari air yang mengelilingi Arasy. Zabad dimaknai sebagai
sub atom dalam istilah fisika.
(b) Material Samawi
Langit terbentuk dari
materi awal yang disebut dukhan. Dukhan (makna bahasa asap) bukanlah asap yang
dikenal secara umum, karena asap dikenal berasal dari api. Sementara dukhan
dalam bahasa Alquran bukanlah bersumber dari api, melainkan berasal dari air
akibat banyaknya gelombang-gelombang. Kata Ibnu Katsir, “Ad-dukhan adalah
bukhar (uap air) yang menguap ketika bumi diciptakan” (Tafsir Ibnu Katsir,
IV:101) Syekh Abu Bakar al-Jazairi menyakini bahwa dukhan ini berasal dari air
yang mengelilingi Arasy (Aisarut Tafasir IV:565). Dukhan dimaknai sebagai awan
hidrogen dalam istilah astrofisika.
Dari berbagai
penafsiran di atas kami berkesimpulan: ayat di atas menunjukkan bahwa bumi dan
langit terbentuk dari materi awal berupa air, namun air yang dimaksud bukanlah
air yang terbentuk dari oksigen (O2) dan hydrogen (H20) melainkan materi
mudzaab (yang mencair), yaitu bahan yang mencair yang memiliki potensi untuk
berubah menjadi bahan-bahan langit dan bumi seperti menjadi buih (atom-atom)
dan berubah menjadi bahan-bahan dan unsur-unsur kosmos.
Sedangkan percakapan
antara Allah di satu pihak dan langit dan bumi di pihak lain maksudnya adalah
untuk menunjukkan bahwa setelah diciptakan Allah, langit-langit dan bumi tunduk
kepada “perintah-perintah” Allah. Selain itu teks pada ayat di atas dimaksudkan
untuk mengajak orang berfikir tentang kekuasaan Allah dengan memulai memikirkan
bumi sehingga nanti dapat memikirkan langit.
Mekanisme Proses
Penciptaan
Setelah menjelaskan
tahapan enam masa dan material pembentukan langit dan bumi, selanjutnya Allah
mengisyaratkan mekanisme proses pembentukan itu melalui surat al-Anbiya:30
[urutan ke-73 makiyyah] sebagai berikut:
Dan apakah
orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya
dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari
air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman?
Ayat di atas
menjelaskan bahwa langit dan bumi asalnya bersatu, lalu keduanya dipisah.
Ungkapan yang digunakan adalah ritqun (padu) dan fatqun (pisah). Ungkapan
ritqun menunjukkan satu kesatuan yang sempurna dan padat. Sedangkan ungkapan
‘fatqun’ menunjukkan pecahnya satu kesatuan itu.
Jika diurutkan
berdasarkan metode tanzili, maka ayat ini dapat dikorelasikan dengan 4 ayat
pada surat Fushshilat di atas sebagai berikut: 4 ayat pada surat Fushilat
menjelaskan kronologis tahapan dan isyarat material pembentukan langit dan
bumi. Sedangkan ayat ini mengisyaratkan proses pembentukannya, yaitu bahwa
langit dan bumi pada mulanya berasal dari unsur yang satu dan kemudian menjadi
dua benda yang berlainan. Secara ilustratif dapat diuraikan sebagai berikut:
langit dan bumi pada mulanya berasal dari unsur yang satu, yaitu air. Kemudian
menjadi dua benda yang berlainan, yaitu zabad (atom) dan dukhan (hidrogen).
Pada awalnya kedua bahan ini ritqun (bersatu padu), kemudian ‘fatqun’
(terpecah). Dari zabad terbentuk bakal bumi, dan dari dukhan terbentuk bakal
langit.
Dari uraian di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa makna-makna ayat di atas tidak sepenuhnya
relevan apalagi dianggap memperkuat teori bigbang yang diungkap para ilmuwan.
Sebab dalam teori bigbang dinyatakan bahwa 300 ribu tahun setelah big bang
belum terbentuk ruang. Selanjutnya bintang-bintang dan galaksi-galaksi mulai terbentuk
sekitar 1 milyar tahun setelah big bang. Secara kronologis dapat diuraikan
sebagai berikut:
Alam semesta tercipta
dari zarrah-zarrah (partikel-partikel) sub-atom seperti proton, neutron,
elektron dan zarah-zarrah sub-atom yang lain (jadi atom belum terbentuk), dalam
keadaan kerapatan dan suhu yang tinggi. Kemudian terjadi peledakan dahsyat (big
bang) sehingga secara bergumpal-gumpal zarrah-zarrah sub-atom itu terlempar
saling menjauh. Kemudian gumpalan-gumpalan tersebut terpecah-pecah pula menjadi
jutaan gumpalan kecil-kecil. Selanjutnya setiap gumpalan kecil itu
"mengembun" menjadi plasma. Dari setiap gumpalan kecil plasma itu
terbentuklah gugusan bintang-bintang yang disebut galaxy.
Berdasarkan teori ini
diasumsikan bahwa bumi pada mulanya menempel atau menyatu dengan kumpulan
galaksi lain beserta planet-planet atau benda-benda langit lainnya dalam sebuah
”bola besar”. Lalu ”bumi” yang ada di bagian celah ”bola besar” tersebut,
akibat letusan bola besar ini, terbanting dan bagian bumi yang menempel tadi
menjadi cekungan lautan dan samudra. Hasil pecahan bola besar itulah yang
kemudian menjadi benda-benda langit atau galaksi-galaksi selain bumi.
Sedangkan menurut
ayat-ayat di atas, pada saat fatqun (terpecah) langit belum menjadi ruang
kumpulan galaksi, namun baru menjadi bakal langit. Di samping itu, pada awal
penciptaan bakal bumi, bumi bukan bagian celah ”bola besar” tersebut.
Andaikata teori Big
Bang akan digunakan sebagai salah satu alat penyingkapan rahasia fatqun tentu
saja dapat dibenarkan dengan catatan bahwa:
(1) Hal itu merupakan
sebatas penafsiran yang dibatasi oleh terbatasnya teori ilmiah sehingga jika
didapati adanya kekeliruan dalam teori ilmiah itu, maka yang keliru adalah isi
penafsirannya, bukan kekeliruan atas teks Alquran.
(2) Penggunaan teori
itu bukan dalam upaya menyandarkan teori ini kepada Alquran secara definitif
(dibenarkan oleh Alquran)
Selanjutnya
diturunkan surat an-Naziat [79]:27-33 (urutan ke-81 makiyyah) sebagai berikut:
Apakah kamu lebih
sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya [ayat 27], Dia
meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya [28], dan Dia menjadikan
malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang [29], dan bumi
sesudah itu dihamparkan-Nya [30], ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan
(menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya [31], dan gunung-gunung dipancangkan-Nya
dengan teguh [32], (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang
ternakmu [33]
Jika diurutkan
berdasarkan metode tanzili, maka ayat ini dapat dikorelasikan dengan 4 ayat
pada surat Fushshilat dan al-Anbiya:30 di atas sebagai berikut: 4 ayat pada
surat Fushilat menjelaskan kronologis tahapan dan isyarat material pembentukan
langit dan bumi. al-Anbiya:30 mengisyaratkan proses pembentukannya, yaitu bahwa
langit dan bumi pada mulanya berasal dari unsur yang satu dan kemudian menjadi
dua benda yang berlainan. Sedangkan ayat ini berbicara tahapan lanjutan dari
cikal bakal langit dan bumi. Dengan perkataan lain, proyek pembangunan
berkelanjutan.
Setelah bakal bumi
dan langit diciptakan Allah menyempurnakan “konstruksi bangunan langit”
(An-Nazi’at:28). Ayat ini dapat dikorelasikan dengan ayat-ayat yang diturunkan
di Madinah, antara lain al-Baqarah:29:
Dia-lah Allah, yang
menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan)
langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala
sesuatu.
Ini menunjukkan bahwa
setelah bumi diciptakan Allah menciptakan langit, lalu langit itu disempurnakan
menjadi tujuh langit, sedangkan bumi meski diciptakan sebelumnya tetapi belum
disempurnakan. Maka setelah langit disempurnakan Allah menyempurnakan
penciptaan bumi dengan menghamparkannya, “Dan bumi sesudah itu
dihamparkan-Nya”. Q.s. An-Nazi’at:30. Ayat ini dapat dikorelasikan dengan
ayat-ayat yang diturunkan di Madinah, antara lain al-Baqarah:22
Dialah yang
menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia
menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu
segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan
sekutu-sekutu bagi Allah, Padahal kamu mengetahui.
Ayat-ayat selanjutnya
(31-33) mengisyaratkan kelengkapan “fasilitas hidup” yang disediakan di bumi.
Ayat-ayat ini dapat dikorelasikan dengan ayat 10 surat Fushshilat, yang
diturunkan sebelumnya Ayat 10 surat Fushilat menjelaskan masa penyediaan
“fasilitas hidup” di bumi, sedangkan ayat-ayat ini merinci kelengkapan dan
bentuk-bentuk “fasilitas hidup” itu, sehingga selama empat “yaum” itu jadilah
seluruh proses penciptaan bumi untuk layak hidup padanya.
“hari-hari penciptaan
fasilitas bumi” itu dijelaskan oleh Rasul sebagai berikut:
عَنْ
أَبِى
هُرَيْرَةَ
قَالَ
: أَخَذَ
رَسُولُ
اللَّهِ
-صلى
الله
عليه
وسلم-
بِيَدِى
:« فَقَالَ
خَلَقَ
اللَّهُ
التُّرْبَةَ
يَوْمَ
السَّبْتِ
وَخَلَقَ
فِيهَا
الْجِبَالَ
يَوْمَ
الأَحَدِ
وَخَلَقَ
الشَّجَرَ
يَوْمَ
الاِثْنَينِ
وَخَلَقَ
الْمَكْرُوهَ
يَوْمَ
الثَّلاَثَاءِ
وَخَلَقَ
النُّورَ
يَوْمَ
الأَرْبَعَاءِ
وَبَثَّ
فِيهَا
الدَّوَابَّ
يَوْمَ
الْخَمِيسِ
وَخَلَقَ
آدَمَ
بَعْدَ
الْعَصْرِ
مِنْ
يَوْمِ
الْجُمُعَةِ
آخِرَ
الْخَلْقِ
فِى
آخِرِ
سَاعَةٍ
مِنْ
سَاعَاتِ
الْجُمُعَةِ
فِيمَا
بَيْنَ
الْعَصْرِ
إِلَى
اللَّيْلِ
Dari Abu Huraerah, ia
berkata, “Rasulullah saw. Memegang tanganku, lalu bersabda, ‘Allah menciptakan
bumi pada hari Sabtu. Dan menciptakan gunung-gunung di bumi pada hari Ahad,
pohon pada hari Senin, al-makruh (yang jelek) pada hari Selasa, cahaya pada
hari Rabu, dan menyebarkan makhluk-makhluk yang melata pada hari Kamis, dan
menciptakan Adam pada hari Jumat setelah Ashar sebagai akhir penciptaan di
saat-saat akhir hari Jumat, antara ashar ke malam”. (H.R. Muslim, Shahih
Muslim, IV:2149; al-Baihaqi, as-Sunanul Kubra, IV:3)
Abdur Rauf al-Munawi
memberi syarah (penjelasan) atas hadis di atas sebagai berikut:
( خَلَقَ اللهُ التُّرْبَةَ ) أَيْ الأَرْضَ ( يَوْمَ السَّبْتِ ) فِيْهِ رَدٌّ لِزَعْمِ الْيَهُوْدِ أَنَّ ابْتِدَاءَ خَلْقِ الْعَالَمِ يَوْمَ الأَحَدِ وَفَرَغَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاسْتِرَاحَ يَوْمِ السَّبْتِ...
(Khalaqallahu
at-turbah) yaitu bumi (yaumas sabti) pada lafal itu terdapat bantahan atas
anggapan kaum Yahudi bahwa awal penciptaan alam semesta itu hari Ahad dan
selesai pada hari Jumat, dan beristirahat hari Sabtu… (At-Taisir bi Syarh
al-jami’ as-Shagir, I:1050)
Hadis dan keterangan
pensyarah di atas menunjukkan bahwa penciptaan Adam dilakukan setelah
selesainya proses penciptaan bumi untuk layak hidup padanya. Mengenai waktu dan
proses penciptaan Adam diuraikan dalam makalah terpisah.
Periode penciptaan
alam semesta itu ditegaskan kembali di Madinah (setelah Nabi hijrah) melalui
surat al-Hadid:4 [urutan ke-8 madaniyyah]
Dialah yang
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia bersemayam di atas
´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar
daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. dan
Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu
kerjakan.
Namun hemat kami,
fokus ayat ini bukan pada “proses penciptaannya” melainkan pada penegasan bahwa
Allah pemilik mutlak sekaligus penguasa dari alam semesta, di samping
pemeliharaanya. Berdasarkan pendekatan maudhu’i-tanzili sekaligus melibatkan
teori munasabah, ayat-ayat berisi penjelasan mengenai “Maha Karya Allah swt.”
seperti penciptaan alam, selalu mengawali ayat-ayat berisi penjelasan mengenai
tauhid. Sehingga, setiap penafsiran mengenai penciptaan alam semesta harus
bermuara pada ketauhidan.
Lampiran
Penafsiran Makna
& Mekanisme Pemisahan Langit Dan Bumi
أَوَلَمْ
يَرَ
الَّذِينَ
كَفَرُوا
أَنَّ
السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضَ
كَانَتَا
رَتْقًا
فَفَتَقْنَاهُمَا
وَجَعَلْنَا
مِنَ
الْمَاءِ
كُلَّ
شَيْءٍ
حَيٍّ
أَفَلَا
يُؤْمِنُونَ
Dan apakah
orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya
dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari
air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga
beriman? (Q.S. al-Anbiya [21]:30)
Ayat di atas
menjelaskan bahwa langit dan bumi asalnya bersatu, lalu keduanya dipisah.
Inilah awal terciptanya materi, energi, dan waktu.
Para ahli tafsir
berbeda pendapat tentang makna “bersatu” dan “berpisahnya” langit dan
bumi.
Pendapat pertama:
langit dan bumi pada asalnya bersatu padu (melekat), lalu Allah memisah
keduanya dengan udara.
Pendapat kedua:
langit pada asalnya bersatu padu, hanya satu thabaqat (tingkatan), lalu Allah
memisah langit itu menjadi tujuh dan demikian pula bumi pada asalnya bersatu
padu, hanya satu thabaqat (tingkatan), lalu Allah membagi bumi menjadi tujuh.
Pendapat ketiga:
langit pada asalnya bersatu padu, tidak menurunkan hujan, demikian pula bumi
tidak menumbuhkan tumbuhan. lalu Allah membelah langit itu dengan hujan dan
bumi dengan tumbuhan.
Pendapat keempat:
ayat itu berkaitan dengan penciptaan malam dan siang. Karena malam diciptakan
terlebih dahulu sebelum siang. Lalu Allah memecahnya sehingga muncul
siang.
Menurut Imam at-Thabari
pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah pendapat ketiga, yaitu bahwa
langit dan bumi itu pada asalnya rapat dari hujan dan tumbuhan. Maka Allah
membuka/membelah/memisah langit dengan hujan dan bumi dengan tumbuhan.
Berdasarkan petunjuk dari lanjutan ayat tersebut:
وَجَعَلْنَا
مِنَ
الْمَاءِ
كُلَّ
شَيْءٍ
حَيٍّ
وأنه
جلّ
ثناؤه
لم
يعقب
ذلك
بوصف
الماء
بهذه
الصفة
إلا
والذي
تقدمه
من
ذكر
أسبابه.
Menurut at-Thabari,
Allah tidak menutup pembicaraan itu dengan menyebutkan sifat air kecuali yang
telah disebut terdahulu adalah sebab-sebabnya. (Tafsir at-Thabari, XVIII:443)
Sementara Ibnu Katsir
berupaya mengkolaborasi berbagai penafsiran itu, sehingga beliau mengambil
kesimpulan:
أَلَمْ
يَرَوْا
أَنَّ
السَّمَوَاتِ
وَالأَرْضَ
كَانَتَا
رَتْقاً
أَيْ
كَانَ
الْجَمِيْعُ
مُتَّصِلاً
بَعْضُهُ
بِبَعْضٍ
مُتَلاَصِقٌ
متَرَاكِمٌ
بَعْضُهُ
فَوْقَ
بَعْضٍ
فِي
ابْتِدَاءِ
الأَمْرِ,
فَفَتَقَ
هذِهِ
مِنْ
هذِهِ,
فَجَعَلَ
السَّمَوَاتِ
سَبْعاً,
وَالأَرْضَ
سَبْعاً,
وَفَصَلَ
بَيْنَ
السَّمَاءِ
الدُّنْيَا
وَالأَرْضِ
بِالْهَوَاءِ, فَأَمْطَرَتِ السَّمَاءُ وَأَنْبَتَتِ الأَرْضُ
“…Tidakkah mereka
mengetahui bahwa Langit dan bumi dulunya bersatupadu yakni pada awalnya mereka
satu kesatuan, terikat satu sama lain. Bertumpuk satu diatas yang lainnya,
kemudian Allah memisahkan mereka satu sama lain dan menjadikannya Langit itu
tujuh dan Bumi itu tujuh, dan ia memisahkan antara langit yang terendah dan
bumi dengan udara, maka langit itu menurunkan hujan dan bumi menumbuhkan
tanaman.“ (Tafsir Ibnu Katsir, V:339)
Adapun mekanisme
pemisahannya, Alquran dan hadis tidak merincinya. Para ilmuwan muslim meyakini
bahwa mekanisme pemisahan ini melalui ledakan besar, yang kemudian dikenal
dengan teori big bang
Penafsiran “Tujuh
Langit”
Di dalam Alquran
terdapat pembahasan tentang tujuh langit yang tersebar pada tujuh ayat sebagai
berikut:
هُوَ
الَّذِي
خَلَقَ
لَكُمْ
مَا
فِي
الْأَرْضِ
جَمِيعًا
ثُمَّ
اسْتَوَى
إِلَى
السَّمَاءِ
فَسَوَّاهُنَّ
سَبْعَ
سَمَوَاتٍ
وَهُوَ
بِكُلِّ
شَيْءٍ
عَلِيم
1. ..... Dan Dia
berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikannya tujuh langit .....
(Al-Baqarah: 29)
تُسَبِّحُ
لَهُ
السَّمَوَاتُ
السَّبْعُ
وَالْأَرْضُ
وَمَنْ
فِيهِنَّ
وَإِنْ
مِنْ
شَيْءٍ
إِلَّا
يُسَبِّحُ
بِحَمْدِهِ
وَلَكِنْ
لَا
تَفْقَهُونَ
تَسْبِيحَهُمْ
إِنَّهُ
كَانَ
حَلِيمًا
غَفُورًا
2. Langit yang tujuh,
bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah ..... (Al-Isra:
44)
قُلْ
مَنْ
رَبُّ
السَّمَاوَاتِ
السَّبْعِ
وَرَبُّ
الْعَرْشِ
الْعَظِيمِ
3. Katakanlah:
"Siapakah yang memiliki tujuh langit dan 'arasy yang besar" (Al-Mu'minun:
86)
فَقَضَاهُنَّ
سَبْعَ
سَمَوَاتٍ
فِي
يَوْمَيْنِ
وَأَوْحَى
فِي
كُلِّ
سَمَاءٍ
أَمْرَهَا
وَزَيَّنَّا
السَّمَاءَ
الدُّنْيَا
بِمَصَابِيحَ
وَحِفْظًا
ذَلِكَ
تَقْدِيرُ
الْعَزِيزِ
الْعَلِيمِ
4. Maka Dia
menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan kepada tiap-tiap
langit urusannya ..... (Fushshilat: 12)
اللَّهُ
الَّذِي
خَلَقَ
سَبْعَ
سَمَوَاتٍ
وَمِنَ
الْأَرْضِ
مِثْلَهُنَّ
يَتَنَزَّلُ
الْأَمْرُ
بَيْنَهُنَّ
لِتَعْلَمُوا
أَنَّ
اللَّهَ
عَلَى
كُلِّ
شَيْءٍ
قَدِيرٌ
وَأَنَّ
اللَّهَ
قَدْ
أَحَاطَ
بِكُلِّ
شَيْءٍ
عِلْمًا
5. Allah-lah Yang
menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi ..... (AI-Thalaq: 12)
الَّذِي
خَلَقَ
سَبْعَ
سَمَوَاتٍ
طِبَاقًا
مَا
تَرَى
فِي
خَلْقِ
الرَّحْمَنِ
مِنْ
تَفَاوُتٍ
فَارْجِعِ
الْبَصَرَ
هَلْ
تَرَى
مِنْ
فُطُورٍ
6. Yang telah
menjadikan tujuh langit berlapis-lapis. (AI-Mulk: 3)
أَلَمْ
تَرَوْا
كَيْفَ
خَلَقَ
اللَّهُ
سَبْعَ
سَمَوَاتٍ
طِبَاقًا
7. Tidakkah kamu
perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?
(Nuh: 15)
Di antara keseluruhan
penafsiran beragam yang membahas tujuh langit, berikut ini adalah penafsiran
yang paling tepat menurut kami, yaitu maksud dari tujuh langit (samâwât sab’)
adalah makna hakiki dari tujuh langit yang ada. Yaitu, yang dimaksud dengan
langit di sini bukanlah planet, melainkan kumpulan dari bintang-bintang dan
kosmos angkasa. Dan maksud dari angka tujuh merupakan angka jumlah yang telah
kita kenal, bukan angka yang mengindikasikan arti banyak.
Hanya saja, di dalam
ayat-ayat lain Alquran ditemukan bahwa seluruh apa yang kita lihat dari
bintang-bintang, planet, galaksi, dan meteor-meteor berkaitan dengan rangkaian
langit pertama. Oleh karena itu, di balik kosmos agung ini, terdapat enam
kosmos lain (enam langit) yang satunya lebih baik dari yang lainnya. Dan keenam
kosmos ini —paling tidak hingga hari ini— berada di luar jangkauan ilmu
pengetahuan manusia.
Dalam surat
Ash-Shaffat [37], ayat 6 difirmankan:
“Sesungguhnya Kami
telah menghiasi langit yang terdekat dengan hiasan bintang-bintang.”
Dan dalam surat
Fushshilat [41], ayat 12 difirmankan:
“... dan Kami hiasi
langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang ....”
Dan terdapat pula
makna yang sama dengan sedikit perbedaan dalam surat Al-Mulk [67], ayat 5
difirmankan:
“Sesungguhnya Kami
telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan
bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan, ....”
Benar apabila
dikatakan bahwa sains kita saat ini belum bisa membuka tabir kekaburan dari
keenam kosmos yang lainnya. Akan tetapi, hal ini sama sekali bukan merupakan
dalil penafian keberadaan tatanan kosmos tersebut dari pandangan ilmiah. Dan
bisa jadi di masa yang akan datang, rahasia dari teka-teki ini akan bisa
terungkap.
Bahkan, penelitian
ilmiah sebagian astrolog membuktikan bahwa saat ini, indikasi dari keberadaan
alam lain telah bisa terlihat dari jauh. Salah satunya adalah apa yang
sebelumnya dikatakan oleh Pusat Penelitian Astrologi “Polumor” yang terkenal
tentang keagungan dunia sebagaimana yang sebelumnya pernah kami nukilkan. Dan
klaim yang menjadi saksi atas pendapat kami, akan kami ulangi di sini, “Dengan
menggunkan teropong milik Pusat Penelitian Astrologi Polumor telah ditemukan
berjuta-juta galaksi baru, yang sebagiannya mempunyai jarak dari kita sejauh
beribu juta tahun cahaya. Akan tetapi, di seberang jarak ribuan juta tahun
cahaya ini terdapat ruang udara yang luar biasa luas dan gelap gulita di mana
tidak ada sesuatu pun terlihat di sana.
Tanpa ragu lagi, di
dalam ruang udara yang luar biasa luas dan gulita tersebut terdapat ratusan
juta galaksi di mana tatanan kosmos yang berada di samping kita terjaga
keseimbangannya dengan gravitasi yang dimiliki oleh galaksi tersebut.
Keseluruhan dunia yang terlihat sangat agung dan mempunyai ratusan juta galaksi
ini hanyalah butiran kecil yang tak bisa diperhitungkan dibandingkan dengan
dunia yang lebih besar, dan kita masih saja tidak mempunyai keyakinan bahwa
dalam keluasan dunia kedua tersebut tidak ada lagi dunia yang lain.”
Di tempat lain, salah
seorang ilmuwan dalam artikel panjang menulis tentang keberadaan mikrokosmos
yang agung ini, setelah sebelumnya menyebutkan keajaiban galaksi-galaksi yang
ada dalam pasal-pasalnya yang luar biasa mendalam dan memaparkan tentang
fariasinya yang mengagumkan yang semua itu didasarkan pada hitungan tahun
cahaya. Ia mengatakan, “Hingga di sini para ahli perbintangan sepakat bahwa
mereka baru menjalani separuh perjalanan dalam mengenali fenomena-fenomena yang
bisa terlihat dari dunia dengan keagungannya, dan masih ada lagi ruang hampa
lain yang belum bisa ditemukan di mana persoalan ini harus dicari jawabannya.”
Dengan demikian,
kosmos-kosmos yang hingga sekarang telah ditemukan oleh manusia dengan segala
keluarbiasaan yang dimilikinya hanyalah merupakan sisi kecil dari mikrokosmos
yang besar dan luas ini dan bisa direlevansikan dengan persoalan tujuh langit.
berputar mengelilingi
sumbunya dan pada dinding-dindingnya menempel bintang-bintang. Karena itu
penyebutan “tujuh langit” adalah makna hakiki dari tujuh langit yang ada.
Yaitu, yang dimaksud dengan langit di sini bukanlah planet, melainkan kumpulan
dari bintang-bintang dan kosmos angkasa. Dan seluruh apa yang kita lihat dari
bintang-bintang, planet, galaksi, dan meteor-meteor berkaitan dengan rangkaian
langit pertama. Oleh karena itu, di balik kosmos agung ini, terdapat enam
kosmos lain (enam langit). Dan keenam kosmos ini —paling tidak hingga hari ini—
berada di luar jangkauan ilmu pengetahuan manusia.
Oleh Ust. Amin
Saefullah Muchtar
[1] Salah satu teori
mengenai terciptanya alam semesta bahwa alam semesta tercipta dari sebuah
ledakan kosmis sekitar 10-20 milyar tahun yang lalu, mengakibatkan adanya
ekspansi (pengembangan) alam semesta. Sebelum terjadinya ledakan kosmis
tersebut, seluruh ruang materi dan energi terkumpul dalam sebuah titik. Pada
dasarnya teori ini diturunkan dari perhitungan rumit khususnya perhitungan
matematika dan fisika tingkat tinggi dan pengamatan gerak bintang berbilang
puluhan tahun. Boleh dibilang teori bigbang adalah penemuan sains terbesar abad
20.
Menurut Dr. Agus
Purwanto (ahli fisika teoritis lulusan Universitas Hiroshima, Jepang) “Saat
Bing Bang adalah saat terjadinya ruang, waktu, dan isinya yakni radiasi. Jadi
bukan terjadinya bumi atau sistem tata surya. Kejadian bumi, gunung dan
penghuninya merupakan kejadian belakangan yakni 11 miliar tahun setelah Big Bang.
Jadi, selama 11 miliar tahun pula jagat raya berlangsung tanpa bumi dan
kehidupan. Yang ada hanya benda-benda ruang angkasa seperti bintang, quasar,
dan nebula protosolar” (Lihat, Ayat-ayat Semesta, 2008:306).
[2] Dihitung
berdasarkan teori penciptaan langit-Bumi sittatu ayyam (1 yaum=1000 tahun) dan
teori masa penciptaan Adam hingga kenabian Muhamad sekitar 6000 tahun. Adam
diciptakan 6000 tahun setelah penciptaan langit & bumi dan Adam hidup
selama 960 tahun. Masa Adam hingga Nuh (1200 th), dari Nuh hingga Ibrahim (1240
th), dari Ibrahim hingga Musa (565 th), dari Musa hingga Daud (569 th), dari
Daud hingga Isa (1356 th), dari Isa hingga Muhamad (600 th). (Lihat, Tarikh
Dimasqa, I:I).
[3] lihat hadis
al-Bukhari di halaman berikutnya