Perjanjian
Renville merupakan perjanjian antara pemerintah Belanda dengan
pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik yang
terjadi antar kedua belah pihak pasca agresi Belanda 1. Perjanjian ini
ditandatangani di atas kapal perang USS Renville yang tengah merapat di
Tanjung Priok pada tanggal 17 Januari 1948.
Latar Belakang
Aksi
militer Belanda, oleh pihak Indonesia disebut Agresi Militer Belanda 1
sementara pihak Belanda menyebut aksi polisionil, berhasil menduduki
kota-kota penting dan objek-objek penting seperti perkebunan, pelabuhan
dan pabrik-pabrik. Atas aksi Belanda itu pemerintah Indonesia
melayangkan protes ke Dewan Keamanan PBB.
Pada
tanggal 1 Agustus 1947 Dewan Keamanan PBB mengadakan sidang. Hasilnya
Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi agar Indonesia dan Belanda
menghentikan tembak-menembak. Selain itu tanggal 25 Agustus 1947 Dewan
Keamanan PBB membentuk suatu komite untuk menjadi penengah konflik
antara Indonesia dengan Belanda yang dikenal dengan Komisi Tiga Negara
(KTN), yang beranggotakan tiga negara, yaitu Australia yang dipilih oleh
Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda, dan Amerika Serikat yang
dipilih oleh Australia dan Belgia.
Atas
campur tangan PBB melalui Komisi Tiga Negara, Indonesia dan Belanda
berhasil dipertemukan dalam suatu perjanjian, namun kedua belah pihak
menginginkan perjanjian dilaksanakan di tempat yang netral, dengan
alasan kondisi di Indonesia masih sering terjadi baku tembak antara TNI
dan tentara Belanda. Amerika Serikat yang menjadi penengah dalam Komisi
Tiga Negara mengusulkan agar perjanjian diadakan di kapal perang USS
Renville.
Naskah
perjanjian ditandatangani pada 17 Januari 1948. Hasil perundingan
disebut perjanjian Renville. Dalam perudingan ini delegasi Indonesia
dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddin. Sedangkan delegasi Belanda dipimpin
oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo, seorang Indonesia yang memihak Belanda.
Isi Perjanjian Renville, antara lain :
1. Pembentukan dengan segera Republik Indonesia Serikat (RIS);
2. Belanda tetap berdaulat atas seluruh Indonesia, sebelum RIS terbentuk;
3. RI akan merupakan negara bagian dalam RIS;
4. Akan dibentuk Uni Indonesia - Belanda di mana kepalanya adalah Raja Belanda;
5. Akan diadakan plebisit (pemungutan
suara) untuk menentukan kedudukan politik rakyat Indonesia dalam RIS
dan pemilihan umum untuk membentuk Dewan Konstituante RIS.
6.
TNI harus ditarik mundur dari kantong-kantong republik di wilayah Jawa
Barat dan Jawa Timur, untuk masuk ke wilayah Republik Indonesia di
Yogyakarta.
Dampak Perjanjian Renville
Perjanjian
Renville mengakibatkan banyak kerugian di pihak Indonesia, bagi pihak
Indonesia kerugian yang paling dirasakan ialah keharusan tentara untuk
meninggalkan posisi yang sebelumnya menjadi kantong-kantong republik,
seperti ribuan tentara dari Divisi Siliwangi di Jawa Barat harus hijrah
ke Jawa Tengah untuk mematuhi perjanjian Renville. Wilayah Indonesia
jelas semakin sempit. Belanda hanya mengakui wilayah RI atas Jawa
Tengah, Yogyakarta, sebagian kecil Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatra.
Selain
itu akibat perjanjian Renville juga timbulnya protes dan kekisruhan di
tubuh pemerintah. Sebagai bentuk penolakan atas perjanjian itu, sejumlah
partai politik menarik dukungannya, seperti Partai Nasional Indonesia
(PNI) dan Masyumi. Akhirnya, Kabinet Amir Syarifuddin jatuh, pada
tanggal 23 Januari 1948 Amir Syarifuddin menyerahkan mandatnya kepada
Presiden Soekarno.
Untuk
mengatasi kemelut yang terjadi maka presiden Soekarno mengambil langkah
dengan menunjuk wakil presiden Muhammad Hatta sebagai perdana menteri.
No comments:
Post a Comment